Jumat, 27 Januari 2012

Refleksi Kematian Airbus A340 dan Eksistensi Boeing 777


Sungguh menyedihkan. Akibat kalah bersaing dari keluarga besar Boeing 777, pada 10 November 2011, secara resmi Airbus menyatakan program A340 dihentikan. (A Farewell to the Airbus A340)

Memang ini (mungkin saja) merupakan "awal kemenangan" dari Boeing, yang menjadikan 777 sebagai salah satu money machine mereka, mengingat saat ini sekitar 977 unit telah diproduksi, memang jauh lebih besar ketimbang A340 yang "hanya" bertengger di angka 375 unit. Jika saya bandingkan, maka perbandingannya 1 : 3 (angka sebenarnya 1 : 2,6 tetapi saya bulatkan angka desimal tersebut). Sungguh ironis.
Keluarga besar Boeing 777

Sekedar mengamati saja secara pribadi, menurut saya, sudah selayaknya A340 disetop produksinya, mengingat sepinya order dari berbagai maskapai penerbangan dunia. Apalagi di masa-masa krisis keuangan saat ini yang memaksa airlines menjalankan program penghematan anggaran mereka. Belum lagi isu lingkungan yang menjadi "topik utama" di beberapa negara maju, seperti Inggris dan Amerika dan penghematan bahan bakar pesawat serta penghematan dalam perawatan pesawat. Sehingga adalah sangat tepat jika airlines memilih 777.

Mengapa 777? Ini pertanyaan bagus. Sebagai pesawat bermesin dua (bijet), 777 sudah memperoleh standar ETOPS (Extended Twin-engine Operations). Sekadar catatan, menurut Wikipedia, pionir dari standarisasi ETOPS sendiri adalah "kakak"nya 777 yakni Boeing 767 dan pasti standar ini juga dipakai oleh "adik"nya, Boeing 787. Sekadar catatan, sertifikasi ini menekankan bahwa:

Bila salah satu mesin tidak berfungsi, pesawat masih bisa mendarat di bandara berjarak 2 jam dari posisi mesin mati.
The Big Birds of Its Time (Edisi Khusus Angkasa), Hal 87-88.

Airbus A340-600, salah satu "produk gagal" Airbus.

Maka dari itulah mengapa Boeing 777 baru bisa diserahkan ke launch customer (United Airlines) pada tahun 1995, sementara A340 sudah operasional dari tahun 1993. Meski mengalami keterlambatan, toh 777 menjadi produk Boeing yang paling laku, selain narrow body 737.

Boeing merancang 777 dengan menggunakan teknologi dari Perancis yaitu CATIA, yang oleh Airbus juga menggunakan produk dari Dassault itu untuk merancang A330 dan A340.Meski demikian, Boeing mengklaim bahwa 777 dirancang 100% dengan teknologi tersebut, sehingga, maskapai Perancis Air France menjadi operator terbesar 777 di Eropa, dengan rincian sbb:
1. 25 unit Boeing 777-200ER,
2. 34 unit Boeing 777-300ER dan
3. 2 unit Boeing 777F.
Untuk dua produk terakhir tadi, Air France memposisikan dirinya sebagai launch customer sekaligus operator terbesar 777 di Eropa.

Hal ini memang sangat lucu, mengingat Perancis merupakan salah satu anggota konsorsium Airbus di mana mereka (Airbus) memproduksi A340. Air France sendiri mengoperasikan A340 dalam jumlah terbatas (16 unit, belum termasuk yang crash dalam penerbangan 358 di Toronto Pearson Intl Airport, Toronto, Kanada).

Sementara, A340  merupakan suatu "produk gagal", mengingat dari segi desain A340 memang lebih kecil daripada 777 yang bentuk badannya bulat memundar sempurna. Selain itu, penggunaan empat mesin juga dianggap merupakan suatu pemborosan, terutama jika pesawat itu sedang dalam masa perawatan, sehingga ongkos perawatan untuk pesawat empat mesin macam A340 lebih mahal ketimbang Boeing 777 yang "hanya" menggunakan dua mesin General Electric GE90, Rolls-Royce Trent 800 dan Pratt & Whitney PW4000. Selain itu pula, desain A340 hampir mirip dengan A330, adik kandungnya sendiri yang hanya ditenagai 2 mesin yang tergolong "cukup laku". Di sinilah kesalahan Airbus. Mereka merancang 2 pesawat yang memiliki kemiripan dari segi bentuk dan segi desain, sementara pasar hanya mampu menyerap salah satu dari keduanya. Sementara, dari segi biaya saja A330 lebih murah daripada A340, sehingga rata-rata operator dunia lebih memilih A330 daripada A340. Atau dengan kata lain, A340 tersaingi oleh adiknya sendiri A330.

Boeing 777-300ER, salah satu seri 777 yang sangat laku di pasaran


Meski demikian, walaupun hanya dengan dua mesin, ini tentu merupakan pemikiran yang tepat, karena selain murah dari biaya perawatan, juga irit bahan bakar. Memang sangat tepat di saat dunia mengalami krisis keuangan (terutama di kawasan Uni Eropa) di mana maskapai-maskapai dunia melakukan penghematan anggaran belanja maskapai yang bersangkutan. Belum lagi isu lingkungan yang sangat penting mengingat lapisan ozon di muka bumi ini mulai menipis. Sekadar catatan, Aeromexico, maskapai nasional Meksiko, telah mengujicoba biofuel pada Boeing 777-200ER mereka untuk rute transcontinental (Newairplane.com).

Jadi, kesimpulan yang bisa kita ambil, memang A340 menjadi "produk gagal", namun secara operasional A340 masih dipakai meskipun hanya 375 pesawat saja. Ini merupakan suatu kesalahan dari awal dan Airbus tidak mempertimbangkan secara matang program A340. Berbeda dengan Boeing yang betul-betul mempersiapkan 777 secara matang hingga memperoleh standar ETOPS dan menjadi produk Boeing yang paling laku dan banyak dipakai oleh airlines dunia, malahan kita harus bangga, Garuda Indonesia termasuk dalam daftar operator Boeing 777 meskipun dalam "masa antrian pesanan" atau bahasa kerennya backlog order. Malahan, pada 14 September 2011, Boeing dan General Electric merilis mesin baru untuk versi next generation dari 777 (New Boeing 777X Likely to be a highly efficient derivative)

Sekian dari saya, kita berdoa semoga versi next generation 777 benar-benar menjadi kenyataan. Amien.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar